Masuk namun tak dihitung, ya mentimun bungkuk. Ibaratnya seperti itulah yang dirasakan oleh 10 orang mahasiswa fakultas hukum yang dicabut haknya melalui Surat Keputusan bernomor /SK-BEM/FHUA/XI/2015 yang dikeluarkan oleh Presiden Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas tentang Pencabutan sebahagian hak warga negara fakultas hukum.
Surat keputusan tersebut memutuskan bahwa dicabutnya hak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum, menduduki jabatan struktural pada lembaga negara mahasiswa fakultas hukum yang berupa MPM, DPM, DPA, dan BEM fakultas hukum serta mencabut hak menjadi anggota dan jabatan struktural ketua Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM).
Pencabutan sebahagian hak warga negara tersebut dikarenakan 10 orang nama dalam SK tersebut secara nyata dan tegas bergabung dan terlibat serta menduduki jabatan struktural di negara KM Unand. Dalam prosesnya surat keputusan ini ditanggapi beragam oleh pihak yang dicabut haknya .
“Pertama saya ingin menanyakan kepada presiden jika ada UUnya, apakah sudah di undangkan? Karna sebahagian warga negara hukum tidak mengetahui UU itu, kedua apa bukti saya berkewarganegaraan ganda? Saya mahasiswa hukum, punya KTM hukum, saya BP 12 dan saya bisa buktikan itu.” Ujar Vina Dita Utari yang namanya tercantum di dalam SK.
Vina menambahkan bahwa presiden mahasiswa fakuktas hukum harus mampu membuktikan secara kongkrit terkait data, serta secara ekslusif alasan dicabutnya haknya sebagai warga negara, bahkan menurutnya masih banyak warga fakultas hukum yang berkecimpung di Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) baik di legislatif, eksekutif maupun UKM.
Ketika di konfirmasi terkait masalah ini Diga selaku presiden Mahasiswa fakultas hukum menyatakan, “SK ini sudah lama dikeluarkan, masalah kedaulatan fakultas hukum ini agenda saya dari awal, mulai dari awal saya kampenye, dalam UU kewarnegaraan yang pasalnya saya lupa, namun saya bisa tunjukkan nanti, secara tegas disebutkan kalau bergabung dengan BEM KM, DPM, serta MPM dicabut haknya.”
Kemudian ketika ditanya mengapa hanya orang-orang yang terlibat di BEM KM, DPM serta MPM negara KM UNAND yang dicabut haknya, kenapa tidak menyasar juga ke mahasiswa yang terlibat aktif di Lembaga Otonom (LO) yang berpusat di PKM Unand, Diga menjawab “Perintah dari UU adalah BEM KM, DPM, dan MPM, UU itu lahir sebelum masa saya dan saya juga tidak tau bagaimana politik hukumnya, yang kedua masalah LO di PKM Unand, sekarangpun saat ini mereka tidak mengakui bahwa mereka merupakan bagian dari BEM KM unand.”
Diga menambahkan bahwa misalkan ada pengaduan terkait nama-nama yang tercantum dalam SK bukan merupakan bagian dari BEM KM adukan kepada BEM, karna negara hukum belum mempunyai lembaga yudikatif, maka Presiden akan mengeluarkan SK perbaikan saat itu juga, asalkan bisa membuktikan.
**RI
Editor: Jenni DG