“Dan pada hari ini di dalam gedung ini berkumpullah pemimpin-pemimpin bangsa-bangsa yang tadi itu! Mereka bukan lagi menjadi mangsa kolonialisme. Mereka bukan lagi menjadi alat perkakas orang lain dan bukan lagi alat permainan kekuasaan-kekuasaan yang tak dapat mereka pengaruhinya. Pada hari ini Tuan-tuan menjadi wakil bangsa-bangsa yang merdeka, bangsa-bangsa yang mempunyai tokoh dan martabat lain di dunia ini”.
“Orang sering mengatakan kepada kita, bahwa “kolonialisme sudah mati”. Janganlah kita mau tertipu atau terninabobokan olehnya! Saya berkata kepada Tuan-tuan, kolonialisme belumlah mati. Bagaimana kita dapat mengatakan ia telah mati selama daerah-daerah yang luas di Asia dan Afrika belum lagi merdeka!”.
Kutipan pidato Soekarno diatas disampaikan di depan delegasi 29 negara Asia dan Afrika pada tahun 1955 di Indonesia. Dalam forum tersebut Bung karno menggelorakan semangat penolakan kolonialisme dan pertentangan terhadap imperialisme. Ide menyatukan negara-negara Asia dan Afrika digagas Indonesia dan didiskusikan dalam Konferensi Kolombo yang dihadiri Indonesia, India, Pakistan, Birma, dan Srilanka.
Pertemuan pada tahun 1955 itu bukanlah pertemuan yang tanpa hasil. Pasca Konferensi Asia-Afrika 1955 negara-negara Asia maupun Afrika menunjukkan kepercayaan dirinya. Dalam periode ini terjadi tindakan Mesir yang menasionalisasi Terusan Suez secara sepihak. Tindakan Mesir tersebut terjadi saat Indonesia membatalkan Perjanjian KMB secara sepihak juga. Maka dari itu, tidak berlebihan juga apabila Semangat KAA 1955 dan politik Indonesia mengilhami Mesir untuk mempercepat dekolonisasinya dari ikatan kolonialisme Inggris dan dari modal internasional. (Abdulgani, 1985;320) Selain itu, perjuangan bangsa-bangsa Asia-Afrika untuk mencapai kemerdekaan semakin meningkat. Hal ini tampak dengan meningkatnya jumlah negara-negara Asia-Afrika yang merdeka setelah tahun 1955.
Sahkan tiga dokumen hasil Konferensi Asia-afrika ke-60
Hari ini KAA ke-60 resmi ditutup. Penutupan ditandai dengan disahkannya tiga dokumen yang berisi hasil sidang KAA. Yakni, Pesan Bandung: Penguatan Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika, dan Deklarasi Palestina. Dilansir dari metrotvnews.com Jokowi menjelaskan bahwa pertemuan dengan delegasi KAA mencapai banyak kesepakatan dan komitmen bagi negara di kawasan selatan-selatan. Yakni, membentuk jaringan perdamaian, mengantisipasi ancaman terorisme dan kerjasama di bidang ekonomi.
“Kita bentuk jejaring pusat perdamaian. Mengancam aksi terorisme yang mengatasnamakam agama. Kita sepakat meningkatkan perdagangan dan investasi sebagai mesin pendorong perekonomian,” papar Jokowi.
Dengan disetujuinya deklarasi Palestina seratus persen dalam Konferensi Asia-Afrika ke-60 membuka jalan bagi Palestina untuk dapat merdeka dari Israel. Hal ini membuktikan komitmen dari diselenggarakaannya Konferensi itu 60 tahun yang lalu, yaitu salah satu tujuannya adalah memecahkan bersama soal-soal khusus dan penting bagi bangsa-bangsa Asia-Afrika, seperti: menjamin kedaulatan, melenyapkan deskriminasi ras dan penjajahan.
Seperti dikutip dari cnnindonesia.com, Duta Besar Palestina Fariz Mehdawi menyampaikan bahwa deklarasi Palestina adalah nafas bagi Konferensi Asia Afrika. Dia mengatakan, KAA pertama kali diadakan pada 1955 adalah untuk menghantam kolonialisme dan penjajahan di negara-negara Asia Afrika. Saat ini, kata dia, hanya tinggal Palestina yang belum mengecap kemerdekaan di dua benua itu. “Tujuan KAA adalah mendorong kemerdekaan. Sedangkan Palestina saat ini adalah satu-satunya negara yang belum merdeka di Asia dan Afrika,” kata Mehdawi. Menurut dia, dukungan ini harus dilanjutkan dengan upaya yang konkret. “Dukungan ini harus dilanjutkan dengan upaya diplomatik,” ujar Mehdawi. (um)