Pusat studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas meluncurkan Barometer Mala Konstitusi sepanjang tahun 2015, di kantor AJI-LBH Pers-Integritas yang beralamat di Jalan Ikhlas Blok C No 16, Padang, pada minggu (31/1). Adapun tujuan dari penelitian ini tidak semata hanya menilai lembaga negara mana yang sering melakukan mala konstitusi, melainkan agar timbulnya kesadaran bahwa hak-hak konstitusianal masyarakat sering dicederai oleh pelaku kebijakan.
Dari hasil penelitian tim PUSaKO, selama tahun 2015, penyelenggara negara melakukan 387 kali pelanggaran terhadap konstitusi. Pelanggaran tersebut dapat dikelompokkan kepada institusi dan kondisi tertentu yang menyebabkan timbulnya pelanggaran. Institusi tersebut dikelompokkan menjadi kelompok lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pemerintahan daerah yang lebih menitikberatkan kepada pemerintah daerah.
Salah seorang peneliti PUSaKO, Feri Amsari mengatakan bahwa mala konstitusi yang sering dilakukan oleh penyelenggara negara terkait pelanggaran HAM. Mengenai pelanggaran HAM yang dimaksudkan, ia mencontohkan pada peristiwa kebakaran hutan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan pada penghujung tahun 2015 silam. Dalam hal kebakaran hutan ini seharusnya pemerintah menjamin kepastian hukum terhadap lingkungan hidup seperti yang diamanatkan konstitusi pada pasal 28 H.
“Kita sebagai warga negara layak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan seperti yang dimandatkan konstitusi kepada pemerintah selaku eksekutif,” ujar pengamat hukum tata negara Unand ini.
Pada kesempatan yang sama, Beni Kurnia Ilahi, memaparkan data bahwa legislatif juga melakukan pelanggaran konstitusi. Meskipun pelanggaran konstitusi yang dilakukan lembaga legislatif berjumlah sedikit dibandingkan dengan eksekutif, namun akibat pelanggaran tersebut dampaknya meluas kepada pelbagai bidang kehidupan kemasyarakatan, terutama dalam bidang hukum, ekonomi, sosial, politik, dan HAM. “Bidang yang terdampak terbesar dari pelanggaran konstitusi adalah bidang hukum sebesar 31 persen yang diikuti bidang politik sebesar 28 persen,” ujar peneliti muda PUSaKO ini.
Penjelasan lebih lanjut terhadap mala konstitusi yang dilakukakan oleh yudikatif, disampaikan oleh M. Nurul Fajri. Dari hasil penelitian, lembaga yudikatif merupakan lembaga negara yang terkecil melakukan mala konstitusi dibandingkan lembaga negara yang lainnya. Disepanjang tahun 2015 yudikatif melakukan pelanggaran konstitusi sebanyak delapan kasus. “Bulan Januari merupakan bulan yang sering dilakukan pelanggaran konstitusi oleh yudikatif yang mana terjadi tiga kasus,”ujar Fajri.
Peluncuran mala konstitusi ditutup dengan penjelasan mengenai pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh pemerintahan daerah yang disampaikan Mochtar Hafidz.