• Home
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Pedoman Pemberitaan
    • Pedoman Pemberitaan Media Siber
    • Pedoman Pemberitaan Ramah Anak
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi
  • Hubungi Kami
Gema Justisia
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Liputan dan Peristiwa
  • Opini
  • Sosok dan Tokoh
  • Law Share
  • Seni & Sastra
  • Home
  • Liputan dan Peristiwa
  • Opini
  • Sosok dan Tokoh
  • Law Share
  • Seni & Sastra
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Gema Justisia
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Home Opini

NEGERI INI SUDAH TERJUAL

Sabtu, 16 April 2016 - 14:23 WIB
Opini
0
BagikanTweetKirimBagikanQR Code

oleh: Rilla Utri Feftini

Kreatif Gema Justisia

“Bukan lautan tapi kolam susu”. Mendengar lagu ini tentunya kita akan teringat betapa kayanya bumi Indonesia, tidak hanya sekedar memiliki ribuan pulau saja, tetapi juga memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari kurang lebih 13.466 pulau dengan lima pulau besar dan ribuan pulau-pulau kecil lainnya.

Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia memang hal yang patut untuk kita banggakan, namun tentu kita juga sangat miris melihat kenyataan yang ada pada saat ini. Kekayaan alam bumi pertiwi lebih dari 50% dikuasai oleh negara asing. SDA Indonesia dieksploitasi hanya untuk memenuhi kebutuhan industri negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, Australia, dan Jepang.

Pertanyaan yang muncul adalah apa yang diperoleh Indonesia dari pengelolaan kekayaan alam yang dilakukan oleh negara asing?. Di negera sendiri saja, rakyat Indonesia hanya dijadikan sebagai penonton, pekerja rendahan, rakyat Indonesia hanya menjadi sapi perahan pendukung eksploitasi SDA.

Kekayaan Indonesia bukan sekedar kekayaan hayati seperti hewan, tumbuhan, mikroorganisme, bakteri, jasad renik, dan jamur saja. Namu juga kekayaan non hayati seperti minyak bumi, batubara, emas, timah, besi, nikel, bauksit, fosil, gas alam dan yang lainnya. Sekarang timbul pertanyaan kedua, dari berbagai potensi sumber daya alam tersebut, Apakah masyarakat Indonesia sudah menikmati seutuhnya atau hanya sebagian kecil saja ?

Sebagaimana yang dituangkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Maknanya, sudah sepantasnya masyarakat indonesia berhak untuk menikmati potensi alam Indonesia tanpa intervensi dari pihak asing.

Namun kenyataannya, pada saat ini SDA Indonesia lebih dari lima puluh persen dikuasai oleh negara asing. Pertama, saham PT Freeport Indonesia, dikuasai oleh Freeport Mc.Mo.Ran Cooper & Gold Inc 81,28%, sedangkan sisanya PT. Indocopper Investama Corporation 9,36% dan Indonesia 9,36% (Witrianto). Sangat wajar jika kehidupan masyarakat di Papua tidak sejahtera karena hasil tambangnya sebagian besar dibawa ke Amerika.

Selain dari ketidakpedulian Freeport terhadap masyarakat sekitar, perusahaan asing tersebut juga tidak memperhatikan lingkungan. Sisa penambangan emas yang dilakukan oleh Freeport telah meninggalkan lubang yang sangat besar. Proses penambangan yang selama ini dilakukan oleh Freeport hanya memberikan kerugian, baik materi maupun kerusakan lingkungan serta konflik terhadap masyarakat adat. Kehadiran Freeport  yang ada di Tembagapura, Papua bagaikan sebuah kutukan. Pasalnya, sejak lahan seluas 178.000 ha dikuasai Freeport masyarakat tidak pernah merasakan manfaat perusahan tersebut. Malahan masyarakat adat yang sudah mendiami lahan tersebut secara turun-temurun tergusur. Sejak 1995 Freeport mengeruk 2 miliar ton emas dan tahun 2007 keuntungan perusahaan ini adalah $ 6.255 miliar. Setelah tembaga dan emas di Gunung Tembaga habis maka Freeport akan mengeruk keuntungan uranium yang harganya jauh lebih mahal dari emas.

Kedua, PT Antang Gunung Meratus yang bergerak dalam pertambangan batubara, mulai beroperasi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan sejak dikeluarkannya  keputusan menteri pertambangan dan energi nomor 50/28/SJNT/1999. Luas kawasan pertambangan PT AGM adalah 22.433 ha yang ada di empat kabupaten (Banjar, Tapin, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan). Dari hasil keputusan ini PT AGM mengelola pertambangan batu bara dengan luas 1,767 ha dengan produksi 1,5 juta ton per tahun selama delapan tahun. Namun pada perpanjangan ijin pertambangan PT AGM mendapat ijin pengelolaan lahan pertambangan selama 26 tahun sejak 2002. Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Selatan pada tahun 2011 berjumlah 194.623 jiwa, mengalami peningkatan sebesar 0,07% dari tahun sebelumnya (181.960 jiwa). Ini menunjukkan keberadaan PT AGM memiliki dampak negatif kepada masyarakat Kalimantan Selatan. Hal ini memang sangat disayangkan, karena hanya segelintir orang yang bisa menikmati hasil tambang di Kalimantan Selatan.

Ketiga, Di sekitar Gunung Salak terdapat perusahaan besar, yaitu PT. Chevron yang membangun gheothermal. Sebelum Chevron melakukan kegiatan geothermal lahan tersebut dikuasai oleh Perhutani yang mengelola hutan produksi. Namun pada tahun 1997 sejak Chevron masuk maka lahan tersebut berubah menjadi areal pertambangan geothermal. Petani yang pada awalnya menggarap lahan Perhutani berubah statusnya menjadi perambah hutan sehingga Perhutani mempunyai alasan untuk menggusur mereka. Tambang geothermal yang dibangun oleh Chevron bertujuan untuk mengaliri listrik ke PLN. Saat ini Chevron yang ada di Gunung Salak sedang mengelola 69 sumur dengan suhu temperatur rata-rata 220-315oC. Fungsi geothermal yang bertujuan untuk memasok listrik ke PLN tidak sampai kepada masyarakat. Buktinya sampai saat ini di Bogor ada 6.000 orang yang belum menikmati listrik bahkan desa Leuwikaret belum pernah masuk listrik. Selain itu pemadaman listrik secara bergilir masih sering terjadi di kota Bogor. Listrik yang dihasilkan oleh geothermal Gunung Salak ditujukan untuk mengaliri listrik tambang minyak milik Chevron yang tersebar di tanah air. Aktivitas Chevron yang ada di Sukabumi telah merusak 500 unit rumah warga Kecamatan Kalapanunggal. Sampai saat ini ganti rugi bangunan warga belum selesai.

Hal tersebut diatas hanyalah sebagian kecil saja, masih banyak kakayaan alam Indonesia yang masih dikuasai oleh negara asing. Jadi apakah masih layak negara ini dikatakan merdeka? bukankah negara ini sudah terjual? Demi meraup untung yang besar, orang-orang yang tak bertanggung jawab berani mejual sumber daya alam yang ada tanpa melihat dampak negatif yang ditimbulkan. Tidak hanya bagi masyarakat di sekitar wilayah tersebut, namun juga berdampak besar terhadap negara, karena sudah sepantasnya Indonesia bisa menjadi negara maju mengingat begitu besarnya potensi alam yang dimilikinya.

Hal ini menjadi sebuah pelajaran penting, terutama bagi pejabat negara untuk tidak melulu ber-sekongkol dengan pihak asing dengan berbagai tawaran yang diberikannya. Seharusnya pejabat negara tidak mudah terpengaruh untuk menjual aset-aset negara tanpa memperdulikan nasib masyarakatnya sebagaimana yang telah diamanatkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945, khususnya masyarakat yang berada di daerah yang mempunyai SDA tersebut.

BagikanTweetKirimBagikanPindai

Baca Juga

Memaknai Hari Perempuan Internasional Sebagai Refleksi Hak-hak Perempuan di Lingkungan Kerja

10 Mar 2021 - 15:31 WIB

Pentingkah Multitalenta Bagi Mahasiswa ?

3 Mar 2021 - 07:32 WIB

Korupsi Dibalas Nyawa

10 Jan 2021 - 14:55 WIB

Peran Pers di Lingkungan Kampus

15 Des 2020 - 17:43 WIB

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

@gemajustisia

    Please install/update and activate JNews Instagram plugin.

Get it on Google Play

Terpopuler Sepekan

    Gema Justisia

    Copyright © 2019 Gema Justisia. All right reserved.
    Design and maintenance by MogoDev.
    • Home
    • Redaksi
    • Tentang Kami
    • Pedoman Pemberitaan Media Siber
    • Pedoman Pemberitaan Ramah Anak
    • Kode Etik
    • Standar Perlindungan Wartawan
    • Kebijakan Privasi
    • Hubungi Kami
    • Home
    • Redaksi
    • Tentang Kami
    • Pedoman Pemberitaan Media Siber
    • Pedoman Pemberitaan Ramah Anak
    • Kode Etik
    • Standar Perlindungan Wartawan
    • Kebijakan Privasi
    • Hubungi Kami
    Copyright © 2019 Gema Justisia. All right reserved.
    Design and maintenance by MogoDev.
    • Home
    • Liputan dan Peristiwa
    • Opini
    • Sosok dan Tokoh
    • Law Share
    • Seni dan Sastra
    • Redaksi
    • Tentang Kami
    • Pedoman Pemberitaan Media Siber
    • Kode Etik
    • Kebijakan Privasi
    • Hubungi Kami