Front Pembela Islam atau yang biasa dikenal dengan FPI baru-baru ini telah resmi dibubarkan oleh pemerintah dan dinyatakan sebagai ormas terlarang. Front Pembela Islam (FPI) akhir-akhir ini banyak mendapatkan perhatian, hal ini karena banyak kejadian ataupun kasus-kasus yang melibatkan pengurus maupun ormas FPI itu sendiri. dimulai dari kepulangan Habib Rizieq dari Arab Saudi dan pernikahan putrinya yang menimbulkan kerumunan, ujaran kebencian,dan yang paling membuat heboh adalah penembakan laskar FPI yang mengakibatkan tewasnya 6 orang di jalan tol Cikampek . penembakan terhadap 6 laskar FPI dilakukan aparat dikarenakan laskar FPI berusaha menyerang aparat, sehingga aparat terpaksa melumpuhkan 6 orang laskar FPI tersebut. FPI membantah laskarnya menyerang polisi. Sebaliknya, FPI meyakini polisi yang menyerang dan menembak hingga tewas laskar mereka.
Kasus lainnya, Sekretaris Umum FPI Munarman dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Ketua Barisan Kesatria Nusantara Zainal Arifin. Munarman diduga melakukan tindakan penghasutan karena menyebut enam laskar FPI yang ditembak tersebut tak bersenjata. Rizieq Shihab lebih dulu dijerat sejumlah pasal terkait kasus kerumunan di Petamburan dan Megamendung. Pesantrennya di Megamendung, baru-baru ini mendapat somasi dari PTPN VIII. Terbaru, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan mencabut Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus dugaan chat mesum dengan tersangka Rizieq Shihab.
Beragam kasus hukum terhadap Front Pembela Islam (FPI) dan pentolannya, Rizieq Shihab, berujung pada pembubaran organisasi ini, Pembubaran FPI diputuskan lewat surat keputusan bersama (SKB). Pemerintah resmi membubarkan Front Pembela Islam ( FPI) dan melarang setiap kegiatan yang dilakukan atas nama FPI. Pembubaran dan penghentian kegiatan itu dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI. yang ditandatangani enam pejabat menteri dan kepala lembaga negara, yang terdiri atas Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kepala BNPT Boy Rafli Amar dan Kapolri Jenderal Idham Azis. Surat keputusan tersebut menyatakan FPI adalah organisasi yang tidak terdaftar sebagai ormas sebagaimana diatur dalam undang-undang sehingga secara de jure telah bubar sebagai ormas.
Disatu sisi pembubaran FPI disambut baik oleh beberapa pihak, FPI selama ini dianggap sebagai ormas yang intoleran yang gemar menyebarkan ujaran kebencian terhadap agama atau kelompok tertentu. Jika tidak dibubarkan FPI akan menyebabkan perpecahan dalam masyarakat dan menyebabkan semakin tingginya sikap intoleran di kalangan masyarakat. Banyaknya kasus yang melibatkan FPI menyebakan masyarakat bertanya-tanya apa sebenarnya fungsi dari ormas ini, bahkan negara ini akan jauh lebih baik tanpa adanya ormas yang sering mengumbar kebencian terhadap kelompok tertentu yang dapat menimbulkan perpecahan.
Pemerintah dan sebagian masyarakat sudah muak dengan sikap dari FPI, pemasangan baliho yang tidak berizin, sweaping ke club malam dan ujaran kebencian merupakan sedikit dari banyaknnya kegiatan FPI yang dianggap bertindak diluar hukum, sehingga perlu adanya penertiban terhadap ormas ini. Dengan dibubarkannya FPI sebagai organisasi massa membuat sebagian masyarakat menganggap bahwa pemerintah mulai serius dalam menghapus setiap hal yang dapat memecah belah keutuhan bangsa dan negara. Pembubaran FPI merupakan langkah tepat yang dilakukan pemerintah, pada masa pandemi ini pemerintah harus lebih fokus terhadap pencegahan dan penanganan pandemi Covid-19 dan tidak berlarut-larut dalam permasalahan dengan FPI.
Namun, disisi lain pembubaran FPI dipandang sebagian kalangan merupakan ketakutan pemerintah terhadap adanya kelompok yang berbeda pandangan. tidak adanya oposisi pada masa pemerintahan saat ini, menyebabkan FPI dipandang sebagai oposisi baru yang sering mengkritik dan menentang kebijakan pemerintah. Pembubaran FPI dipandang sebagai bentuk kesewenang-wenangan negara terhadap organisasi massa yang tidak sepaham dengannya. Pemerintah seakan-akan berusaha menghambat atau menghilangkan pengaruh dari FPI, karena dikhawatirkan suatu saat FPI akan dapat menjegal jalannya pemerintahan. Hal ini disebabkan FPI memiliki basis massa yang besar ditambah dengan latarbelakang Islam, bukan tidak mungkin FPI akan berkembang dengan pesat pada masa yang akan datang. Sehingga pemerintah harus menghentikan langkah FPI sesegera mungkin.
Keputusan pemerintah membubarkan Front Pembela Islam ( FPI) juga dipandang berpotensi mendiskriminasi dan melanggar hak berserikat serta berekspresi. Sehingga semakin menggerus kebebasan sipil di Indonesia, produk hukum yang mendasari pembubaran tersebut, yakni Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, bermasalah dan harus diubah. Undang undang ini sebelumnya sudah disesalkan karena secara signifikan memangkas prosedur hukum acara pelarangan maupun pembubaran ormas, dengan menghapus mekanisme teguran dan pemeriksaan pengadilan.
Menurut hukum internasional, sebuah organisasi hanya boleh dilarang atau dibubarkan setelah ada keputusan dari pengadilan yang independen dan netral. Pembubaran FPI didasari adanya unsur masyarakat yang menentang sikap intoleran berbasis kebencian agama, ras, atau asal usul kebangsaan yang kerap ditunjukkan pengurus dan anggota FPI. Namun, kita harus menyadari bahwa hukum yang melindungi suatu organisasi dari tindakan sewenang-wenang negara merupakan hukum yang sama yang melindungi hak asasi manusia.
Penulis: Mulyadi Ilham