Menarik untuk membahas status tersangka calon kepala daerah yang akhir-akhir ini sering dibicarakan. Kasus-kasus hukum yang banyak menjerat calon kepala daerah nampaknya perlu dikaji lebih dalam dari prespektif ilmu hukum. Sejalan dengan hal tersebut, Perhimpunan Mahasiswa Hukum Tata Negara (PMTN) FHUA telah mengadakan diskusi (23/11) yang bertemakan status atau penetapan tersangka calon kepala daerah di gazebo fakultas hukum Universitas Andalas. Acara yang dimoderatori oleh Fajri Putra Rahman tersebut dihadiri oleh perwakilan-perwakilan LO (UKF).
Khairul Fahmi, dosen hukum tata negara sebagai pemateri dalam diskusi kali itu menjelaskan bahwa seorang tersangka boleh mencalonkan diri sebagai kepala daerah selama ia tidak dijatuhi pidana dan tidak ada aturan yang menyatakan bahwa tersangka harus mundur dari pencalonan, ketentuan ini terdapat dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 10 Tahun 2011. “Sebagaimana telah diketahui bahwa seorang tersangka haruslah tidak mencalonkan diri, tapi jika ia mundur maka ia akan dikenakan sanksi pidana dan denda, ibaratkan ‘maju kena, mundur kena’”, ujarnya.
Diskusi kali itu berlangsung cukup hangat, hal ini dilihat dari banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peserta diskusi terkait calon kepala daerah yang berstatus sebagai tersangka, juga ada yang bertanya mengenai kasus Basuki Cahaya Purnama atau Ahok yang sangat relevan dengan tema diskusi kali itu.
Salah satu poin yang dapat ditangkap terkait pencalonan kepala daerah tersebut ialah norma tidak melarang pencaloan tersangka sebagai kepala daerah, hal tersebut merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan adanya asas praduga tak bersalah, serta dalam hal ini diperlukan adanya obyektifitas.
Memasuki sesi terakhir diskusi, Wadek III FHUA datang memberikan materi tambahan sekaligus menutup acara tersebut sekitar pukul 15.00 WIB.*Yet&Amel