Uji materi yang diajukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia serta Yayasan Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak Medan mendapat hasil yang positif dari Makhamah Konstitusi. Kedua lembaga ini meminta kepada Makhamah Konstitusi untuk membatalkan pasal 4 ayat 1 dan pasal 5 ayat 1 uu no. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak. Namun Makhamah Konstitusi tidak mengabulkan permintaan kedua lembaga tersebut mengenai dihapusnya jenis tindakan pidana penjara untuk anak seperti yang tercantum dalam pasal 22, pasal 23 ayat 2, pasal 31 ayat 1 uu no. 3 tahun 1997.
Komisioner Bidang Perlindungan Anak Yang Bermasalah Hukum Dan Kekerasan Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Apong Herlina, mengatakan bahwa kinerja Makhamah Konstitusi patut diapresiasikan, namun Makhamah Konstitusi juga tidak memahami permasalahan perlindungan anak mengingat bahwa lembaga permasyarakatan anak hanya ada 13 di seluruh Indonesia. Menurut penelitian unicef, 7000 anak per tahun bermasalah dengan hukum (90%nya dari jumlah itu ditahan oleh polisi. Jaksa, ataupun atas perintah pengadilan). “Kita tidak punya tahanan khusus untuk anak. Artinya mereka digabung dengan tahanan dewasa dan berinteraksi 24 jam dengan mungkin pembunuh atau pemerkosa. Dalam keadaan ini, mereka bisa belajar apa?” Tutur apong. (dikutip dari kompas, jumat 25 februari 2011, dengan diubah seperlunya tanpa mengurangi maksud dan tujuan yang asli)
Berdasarkan rangkaian berita yang tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa ucapan Apong Herlina benar adanya. Kinerja dari Makhamah Konstitusi patut diberi apresiasi namun juga sekaligus mengecewakan. Mendukung skaligus menolak permintaan dari kedua lembaga tersebut. Bila dianalisis secara logika, tentang usia pertanggungjawaban hukum bagi seorang anak adalah 12 tahun bukan 8 tahun itu sudah benar. Karena anak dianggap sudah akhil baligh di usia tersebut, anak sudah bisa mempertimbangkan baik buruknya suatu tindakan.
Namun bila tidak dihapusnya jenis pidana penjara bagi anak dan anak tersebut bergabung dengan penjara dewasa, maka anak tersebut sangat rentan untuk melanjutkan tindakan kriminalnya dan bahkan sangat berpeluang untuk melakukan tindakan criminal yang serius. Sebagai contoh, anak tersebut pada awalnya hanyalah dihukum karena mencuri kemudian dijatuhi hukuman penjara. Penjara tersebut digabung dengan penjara dewasa. Selama menjalani hukuman perjara, anak tersebut tidak beruntung karena ditempatkan dengan sel yang sama dengan narapidana yang berulang kali masuk penjara. Sudah secara pasti, anak tersebut bisa belajar lebih banyak ilmu kejahatan dari narapidana tersebut dan mempraktekkannya di dunia luar begitu dia telah bebas dari kurungan penjara tersebut.Bila hal tersebut terjadi, maka tidak salahlah bahwa kinerja dari Makhamah Konstitusi juga mengecewakan. Langkah konkrit untuk mengatasi hal tersebut terjadi adalah memberikan pembekalan secara menyeluruh terhadap anak tersebut. Pembekalan ilmu pengetahuan, keterampilan, moral, dan agama. Sehingga anak tersebut terlatih mentalnya untuk tidak mengulangi kasus criminal.